Dari Pangeran Ke Pemberontak
Cengkraman Belanda telah menggenggam sampai kepada taraf dalam pondasi kehidupan di Jawa terkhusus didaerah Yogyakarta yang pusatnya adalah Keraton Yogyakarta. Keberadaan Belanda yang sudah dipastikan jika dengan kacamata pandang abad ini adalah eksploitasi besar-besaran. Tetapi karena rakyat dengan konsep kepatuhan terhadap rajanya sendiri. Yang Rajanya pun sudah tercengkram oleh jemari Belanda mau tidak mau menyetujui dan mengamalkan peraturan yang dibuat dengan tujuan untuk menguntungkan Belanda.
Tetapi dalam kelanjutan waktunya. Pergerakan untuk memberontak malah muncul dari kalangan ningrat itu sendiri. Diprakarsai oleh Pangeran Diponegoro. Selain jengah akan kesewenang-wenangan Belanda, dan dilanjut dengan dengan seenaknya pembuat jalan ditanah makam leluhurnya. Yang berarti Belanda telah tidak mengindahkan penghormatan terhadap masyarakat yang telah mendiami tanah tersebut sedari awal. Maka meletuslah perang yang kelak disebut dengan Perang Diponegoro atau Perang Jawa.
Letupan perang ini begitu berdampak terhadap Belanda. Karena kewalahan mereka terbukti dengan terkurasnya kas mereka. Perang ini bisa disebut pemberontakan karena meski memberontak terhadap Belanda, Belanda telah juga menancapkan pengaruhnya ke Kerajaan Yogyakarta. Sehingga perang ini adalah sebuah bentuk pemberontakan. Bahkan lawan Pangeran Diponegoro pun juga berasal dari tanah tetangga yang berdekatan, Dan konflik dengan orang asli dari Eropa sanapun tergolong sedikit malah kebanyakan dengan Legiun Mangkunegaraan yang baru saja telah dibentuk oleh Belanda.
Perlawanan gagah Pangeran DIponegoro ini harus diakhiri dengan sebuah kepengecutan Belanda. Pangeran Diponegoro diajak berunding, dan seketika ditempat perundingan dia ditangkap dan lalu secepatnya dibuang kepengasingan. Tetapi perjuangannya adalah kemuliaan yang tiada tara. Meski dia mau keluar dari tanggalan gelarnya demi memperjuangkan apa yang benar. Sebuah keberanian untuk melawan dan memperjuangkan.